Makalah Ekonomi Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
I.I
Latar Belakang
Dengan hancurnya
komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem
kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi
ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk,
karena banyak negara miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya
relatif sedikit semakin kaya.
Dengan kata lain,
kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di
negara-negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan
ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini.
Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan
karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang
lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau
kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang
kelebihannya.
Karena kelemahannya atau
kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang menyebabkan muncul
pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negara muslim
atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem
ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk
mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu
sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman
Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang
didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan
Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di
Indonesia.
Ekonomi Syariah dan
Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam. Pengembangan
ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi sistem ekonomi
kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari
suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi
kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke
muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan
ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai
ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh
umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat
memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat
memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada
keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk
akhirat.
Tiga Prinsip Dasar Yang Menyangkut sistem ekonomi Syariah menurut Islam
- Tawhid, Prinsip ini
merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini
adalah Allah SWT.
- Khilafah, mempresentasikan
bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi ini dengan
dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta kelengkapan
sumberdaya materi yang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka
menyebarkan misi hidupnya.
- ‘Adalah, merupakan bagian
yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah). Konsekuensi dari
prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua sumberdaya yang
merupakan amanah dari Allah harus digunakan untuk merefleksikan tujuan
syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (need
fullfillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source of
earning), distribusi pendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable
distribution of income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan
(growth and stability).
Sistem Ekonomi Islam atau syariah sekarang ini
sedang banyak diperbincangkan di Indonesia. Banyak kalangan masyarakat yang
mendesak agar Pemerintah Indonesia segera mengimplementasikan sistem Ekonomi
Islam dalam sistem Perekonomian Indonesia seiring dengan hancurnya sistem
Ekonomi Kapitalisme. Makalah ini akan menjelaskan penerapannya pada
perekonomian Indonesia.
I.II
Tujuan Penulisan
I.II.I sebagai
penyelesaian salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Syariah.
I.II.II sebagai
pengetahuan tentang prinsip Ekonomi Syariah.
I.II.III sebagai pengetahuan tentang penerapan ekonomi
syariah.
I.III Rumusan Masalah
I.III.I Apa
saja prinsip dasar ekonomi syariah.
I.III.II Bagaimana penerapan hukum ekonomi syariah.
I.III.III Bagaimana penerapan ekonomi syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Sistim
keuangan dan perbankan Islam adalah merupakan bagian dari konsep yang lebih
luas tentang ekonomi Islam, yang tujuannya, sebagaimana dianjurkan oleh para
ulama, adalah memperkenalkan sistim nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan
ekonomi. Karena dasar etika ini maka keuangan dan perbankan Islam bagi
kebanyakan muslim adalah bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi
Islam dalam transaksi finansial itu dipandang oleh banyak kalangan muslim
sebagai kewajiban agamis. Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik investor
dengan sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu
menghasilkan keuntungan, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut
secara sungguh-sungguh memperhatikan restriksi-restriksi agamis yang digariskan
oleh Islam.
Islam
berbeda dengan agama-agama lainnya, karena agama lain tidak dilandasi dengan
postulat iman dan ibadah. Dalam kehidupan sehari-hari, Islam dapat
diterjemahkan ke dalam teori dan juga diinterpretasikan ke dalam praktek
tentang bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain. Dalam ajaran Islam,
perilaku individu dan masyarakat diarahkan ke arah bagaimana cara pemenuhan
kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber daya yang ada.
Hal ini menjadi subyek yang dipelajari dalam Ekonomi Islam sehingga implikasi
ekonomi yang dapat ditarik dari ajaran Islam berbeda dengan ekonomi
tradisional. Oleh sebab itu, dalam Ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam yang
berimanlah yang dapat mewakili satuan ekonomi Islam.
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai
berikut :
1.
Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis
sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia.
Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi
guna memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia yaitu untuk diri sendiri
dan untuk orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan
dipertanggung-jawabkannya di akhirat nanti.
2.
Islam mengakui kepemilikan pribadi
dalam batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor
produksi. Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat,
dan Kedua, Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah,
apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.
3.
Kekuatan penggerak utama Ekonomi
Islam adalah kerjasama. Seorang muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual,
penerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan
Allah SWT dalam Al Qur’an: ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang
dilakukan dengan suka sama suka diantara kamu…’ (QS 4 : 29).
4.
Pemilikan kekayaan pribadi harus
berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk
nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al Qur’an mengungkap kan
bahwa, ‘Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari
penduduk negeri-negeri itu, adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya
harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu…’
(QS 57:7). Oleh karena itu, Sistem Ekonomi Islam menolak terjadinya
akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan
dengan Sistem Ekonomi Kapitalis, dimana kepemilikan industri didominasi oleh
monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan
umum.
5.
Islam menjamin kepemilikan
masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak.
Prinsip ini didasari Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa, “Masyarakat punya
hak yang sama atas air, padang rumput dan api” (Al Hadits). Sunnah Rasulullah
tersebut menghendaki semua industri ekstraktif yang ada hubungannya dengan
produksi air, bahan tambang, bahkan bahan makanan harus dikelola oleh negara.
Demikian juga berbagai macam bahan bakar untuk keperluan dalam negeri dan
industri tidak boleh dikuasai oleh individu.
6.
Orang muslim harus takut kepada
Allah dan hari akhirat, seperti diuraikan dalam Al Qur’an sebagai berikut: ‘Dan
takutlah pada hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah, kemudian
masing-masing diberikan balasan dengan sempurna usahanya. Dan mereka tidak
teraniaya…’ (QS 2:281). Oleh karena itu Islam mencela keuntungan yang
berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua
bentuk diskriminasi dan penindasan.
7.
Seorang muslim yang kekayaannya
melebihi tingkat tertentu (Nisab) diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan
alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan
harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan orang-orang yang
membutuhkan. Menurut pendapat para alim-ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua
setengah persen) untuk semua kekayaan yang tidak produktif (Idle Assets),
termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata,
pendapatan bersih dari transaksi (Net Earning from Transaction), dan 10%
(sepuluh persen) dari pendapatan bersih investasi.
8.
(Islam melarang setiap pembayaran
bunga (Riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari
teman, perusahaan perorangan, pemerintah ataupun institusi lainnya. Al Qur’an
secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal
ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Qur’an secara berturut-turut dari
QS 39:39, QS 4:160-161, QS 3:130-131 dan QS 2:275-281.
Ringkasnya beberapa prinsip ekonomi syariah
adalah sebagai berikut :
1.
Riba
Riba
secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah teknis
riba berarti pengambilan dari harta pokok atau modal secara batil (Antonio,
1999). Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba. Namun secara umum terdapat
benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan
dengan prinsip muamalah dalam Islam.
2.
Zakat
Zakat
merupakan instrumen keadilan dan kesetaraan dalam Islam. Keadilan dan
kesetaraan berarti setiap orang harus memiliki peluang yang sama dan tidak
berarti bahwa mereka harus sama-sama miskin atau sama-sama kaya.
Negara Islam wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan minimal warga negaranya,
dalam bentuk sandang, pangan, papan, perawatan kesehatan dan pendidikan (QS.
58:11). Tujuan utamanya adalah untuk menjembatani perbedaan sosial dalam
masyarakat dan agar kaum muslimin mampu menjalani kehidupan sosial dan material
yang bermartabat dan memuaskan.
3.
Haram
Sesuatu
yang diharamkan adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah sesuai yang telah
diajarkan dalam Alquran dan Hadist. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa
praktek dan aktivitas keuangan syariah tidak bertentangan dengan hukum Islam,
maka diharapkan lembaga keuangan syariah membentuk Dewan Penyelia Agama atau
Dewan Syariah. Dewan ini beranggotakan para ahli hukum Islam yang bertindak
sebagai auditor dan penasihat syariah yang independen.
Aturan tegas mengenai investasi beretika harus dijalankan. Oleh karena itu
lembaga keuangan syariah tidak boleh mendanai aktivitas atau item yang haram,
seperti perdagangan minuman keras, obat-obatan terlarang atau daging babi.
Selain itu, lembaga keuangan syariah juga didorong untuk memprioritaskan
produksi barang-barang primer untuk memenuhi kebutuhan umat manusia.
4.
Gharar
dan Maysir
Alquran
melarang secara tegas segala bentuk perjudian (QS. 5:90-91). Alquran
menggunakan kata maysir untuk perjudian, berasal dari kata usr (kemudahan dan
kesenangan): penjudi berusaha mengumpulkan harta tanpa kerja dan saat ini
istilah itu diterapkan secara umum pada semua bentuk aktivitas judi.
Selain mengharamkan judi, Islam juga mengharamkan setiap aktivitas bisnis yang
mengandung unsur judi. Hukum Islam menetapkan bahwa demi kepentingan transaksi
yang adil dan etis, pengayaan diri melalui permainan judi harus dilarang.
5. Takaful
Takaful
adalah kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa arab kafala, yang berarti
memperhatikan kebutuhan seseorang.Pada hakikatnya, konsep takaful didasarkan
pada rasa solidaritas, responsibilitas, dan persaudaraan antara para anggota
yang bersepakat untuk bersama-sama menanggung kerugian tertentu yang dibayarkan
dari aset yang telah ditetapkan. Dengan demikian, praktek ini sesuai dengan apa
yang disebut dalam konteks yang berbeda sebagai asuransi bersama (mutual
insurance), karena para anggotanya menjadi penjamin (insurer) dan juga yang
terjamin (insured).
2. Penerapan Hukum Ekonomi Syariah
Dalam sejarahnya
upaya penerapan hukum syari’ah atau hukum islam di Indonesia sebenarnya sudah
dilakukan semenjak masa perjuangan kemerdekaan bangsa. Dimana kita ketahui
sendiri memang motor perjuangan kemerdekaan kita saat itu banyak didominasi
oleh pejuang-pejuang muslim yang memegang teguh prinsip-prinsip hukum syari’ah.
Perjuangan tersebut memang tidak secara frontal dilakukan, tapi lebih banyak
kepada upaya-upaya politis yang berbasis pada kelompok dan budaya. Sayangnya
kemudian upaya-upaya tersebut terbentur dengan kekuasaan politik pemerintah
Hindia-Belanda pada masa penjajahannya secara sistematis terus mengikis
pemberlakuan hukum syari’ah di tanah-tanah jajahannya. Hingga pada gilirannya
kelembagaan-kelembagaan baik yang telah ada maupun yang kemudian dibentuk baik
itu lembaga peradilan, perserikatan, dan lainnya pada masa itu mulai
meninggalkan nilai-nilai hukum syari’ah dan mulai terbiasa menerapkan aturan
hukum yang dibentuk pemerintah Hindia-Belanda yang saat itu disebut Burgerlijk
Wetbook yang tentunya jauh dari nilai-nilai syari’ah. Sehingga jelas saja
kagiatan-kegiatan atau perkara-perkara peradilan yang bersinggungan dengan
syari’ah saat itu belum memiliki pedoman yang sesuai dengan nurani masyarakat
muslim kebanyakan.
Disadari atau tidak
kondisi tersebut diatas tetap bergulir hingga kurun waktu dewasa ini. Dalam
prakteknya di lapangan, terlebih pada lembaga peradilan kita, sebelum adanya
amandemen UU No 7 tahun 1989, penegakkan hukum yang berkaitan dengan urusan
perniagaan ataupun kontrak bisnis di lembaga-lembaga keungan syari’ah kita
masih mengacu pada ketentuan KUH Perdata yang ternyata merupakan hasil
terjemahan dari Burgerlijk Wetbook peninggalan jajahan Hindia-Belanda yang
keberlakuannya sudah dikorkordansi sejak tahun 1854.. Sehingga konsep perikatan
dalam hukum-hukum syari’ah tidak lagi berfungsi dalam praktek legal-formal
hukum di masyarakat.
Menyadari akan hal
tersebut, tentunya kita sebagai muslim patut mempertanyakan kembali sejauh mana
penerapan hukum syari’ah dalam setiap aktivitas kehidupan kita, terlebih pada
hal-hal yang terkait dengan aktivitas-aktivitas yang bernafaskan ekonomi
syari’ah yang telah jelas disebutkan bahwa regulasi-regulasi formil yang
menaungi hukumnya masih mengakar pada penerapan KUH Perdata yang belum dapat
dianggap syari’ah karena masih bersumber pada Burgerlijk Wetbook hasil
peninggalan penjajahan Hindia-Belanda.
Sejalan dengan
perkembangan pesat sistem ekonomi syari’ah dewasa ini berbagai upaya-upaya
sistematis dilakukan oleh pejuang-pejuang ekonomi syari’ah pada level atas
untuk kemudian memuluskan penerapan hukum ekonomi syari’ah secara formal pada
tatanan payung hukum yang lebih diakui pada tingkat nasional. Tentunya
upaya-upaya ini tidak lepas dari aspek politik hukum di Indonesia. Proses
legislasi hukum ekonomi syari’ah pun sudah sejak lama dilakukan dan relatif
belum menemui hambatan yang secara signifikan mempengaruhi proses
perjalanannya. Hanya saja kemudian upaya-upaya ini baru sampai pada tahap
perumusan Undang Undang yang mengatur aspek-aspek ekonomi syari’ah secara
terpisah, belum kepada pembentukkan instrument hukum yang lebih nyata layaknya
KUH Pidana maupun KUH Perdata yang lebih kuat.
3. Penerapan Ekonomi Syariah
Perkembangan sistem
finansial syariah yang pesat boleh jadi mendapat tambahan dorongan sebagai
alternatif atas kapitalisme, dengan berlangsungnya krisis perbankan dan
kehancuran pasar kredit saat ini, demikian menurut pendapat para akademisi
Islam dan ulama. Dengan nilai 300 miliar dolar dan pertumbuhan sebesar 15
persen per tahun, sistem ekonomi Islam itu melarang penarikan atau pemberian
bunga yang disebut riba. Sebagai gantinya, sistem finansial syariah menerapkan
pembagian keuntungan dan pemilikan bersama.
Kehancuran ekonomi
global memperlihatkan perlunya dilakukan perombakan radikal dan struktural
dalam sistem finansial global. Sistem yang didasarkan pada prinsip Islam
menawarkan alternatif yang dapat mengurangi berbagai risiko. Bank-bank Islam
tak membeli kredit, tetapi mengelola aset nyata yang memberikan perlindungan
dari berbagai kesulitan yang kini dialami bank-bank Eropa dan AS.
Dalam kehidupan
ekonomi Islam, setiap transaksi perdagangan harus dijauhkan dari unsur-unsur
spekulatif, riba, gharar, majhul, dharar, mengandung penipuan, dan yang
sejenisnya. Unsur-unsur tersebut diatas, sebagian besarnya tergolong
aktifitas-aktifitas non real. Sebagian lainnya mengandung ketidakjelasan
pemilikan. Sisanya mengandung kemungkinan munculnya perselisihan. Islam telah
meletakkan transaksi antar dua pihak sebagai sesuatu yang menguntungkan keduanya;
memperoleh manfaat yang real dengan memberikan kompensasi yang juga bersifat
real. Transaksinya bersifat jelas, transparan, dan bermanfaat. Karena itu,
dalam transaksi perdagangan dan keuangan, apapun bentuknya, aspek-aspek non
real dicela dan dicampakkan. Sedangkan sektor real memperoleh dorongan,
perlindungan, dan pujian. Hal itu tampak dalam instrumen- instumen ekonomi
berikut:
1. Islam telah
menjadikan standar mata uang berbasis pada sistem dua logam, yaitu emas dan
perak. Sejak masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, mata uang Islam
telah dicetak dan diterbitkan (tahun 77 H). Artinya, nilai nominal yang
tercantum pada mata uang benar-benar dijamin secara real dengan zat uang
tersebut.
2. Islam telah
mengharamkan aktifitas riba, apapun jenisnya; melaknat/mencela para pelakunya.
Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang
beriman” QS Al Baqarah 278. Berdasarkan hal ini, transaksi riba yang tampak
dalam sistem keuangan dan perbankan konvensional (dengan adanya bunga bank),
seluruhnya diharamkan secara pasti; termasuk transaksi-transaksi derivative
yang biasa terjadi di pasar-pasar uang maupun pasar-pasar bursa.
Penggelembungan harga saham maupun uang adalah tindakan riba.
3. Transaksi
spekulatif, kotor, dan menjijikkan, nyata-nyata diharamkan oleh Allah SWT,
sebagaimana firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum khamr,
berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan” (QS Al maidah 90).
4. Transaksi
perdagangan maupun keuangan yang mengandung dharar/bahaya (kemadaratan), baik
bagi individu maupun bagi masyarakat, harus dihentikan dan dibuang jauh-jauh.
5. Islam melarangAl-
Ghasy, yaitu transaksi yang mengandung penipuan, pengkhianatan, rekayasa, dan
manipulasi.
6. Islam melarang
transaksi perdagangan maupun keuangan yang belum memenuhi syarat-syarat
keuangan yang belum sempurnanya kepemilikan seperti yang biasa dilakukan dalam
future trading.
Seluruh jenis
transaksi yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam
transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat mengakibatkan dharar/bahaya
bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost dalam ekonomi, serta bermuara
pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia. Sifat-sifat tersebut melekat
dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya. Konsekuensi
bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek pada sistem
ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat adalah kehancuran
ekonomi dan kesengsaraan hidup.
BAB III
KESIMPULAN
Ekonomi islam
atau ekonomi syariah saat ini sedang ramai di perbincangkaan, bahkan sudah
banyak masyarakat menginginkan penerapannya pada perekonomian indonesia.
Penerapan ekonomi islam sendiri menurut saya merupakan perbaikan perekonomian
Indonesia, dengan segala prinsip-prinsip yang mengaturnya.
Seperti yang kita ketahui, jenis transaksi yang
dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam
transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat mengakibatkan dharar/bahaya
bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost dalam ekonomi, serta bermuara
pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia. Sifat-sifat tersebut melekat
dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya. Konsekuensi
bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek pada sistem
ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat adalah kehancuran
ekonomi dan kesengsaraan hidup. Oleh karena itu, pemerintah harus
mempertimbangkan lagi keinginan masyarakat tentang penerapan ekonomi syariah
pada perekonomian Indonesia ini.
BAB IV
DAFTAR
PUSTAKA
http://lintangramadani.blogspot.co.id/2012/04/contoh-makalah-ekonomi-syariah.html